Mekkah-Medinah,
dua kota yang dikultuskan oleh Allah sebagai tanah kelahiran dan kematian
kekasih-Nya. Dua kota yang terletak persis di tengah belahan bumi, sebagai awal
cikal-bakal munculnya kebenaran yang sesungguhnya. Di dalamnya berdiri kokoh
Ka’bah, kiblat ibadah umat islam seluruh dunia. Di dalamnya terdapat tempat
peristirahatan terakhir Nabi yang diutus untuk segala massa dan masa. Dua kota
yang dipilih untuk menjadi saksi bisu sejarah dakwah yang penuh pengorbanan
jiwa, raga, dan harta. Namun, keduanya tak kunjung mampu menyeka air mata.
Kedua kota
itu menangis karena kebengisan sang penguasa. Artefak-artefak islami dihancurkan
tak bersisa. Literatur-literatur arab yang diajarkan lebih dari sepuluh abad
dibakar tanpa iba. Merampas paksa tanah Haram dari sang khalifah dengan bantuan
Inggris dan Amerika. Paham yang muncul dari tanah pijakan Musailamah Al-Kadzab
disebar secara paksa. Jiwa-jiwa yang tak patuh dan sependapat dibunuh meskipun
tak berdosa. Nabi memang tak pernah salah bersabda: Bahwa nantinya akan muncul
generasi setan yang meluluhlantakkan akidah dan agama. Pemikiran kaku dan kolot
mengkafirkan semua yang tak berkeyakinan dengannya. Mensyirikkan segala
perbuatan yang tak sesuai yang persepsinya.
Aliansi
pemikiran –Wahhabi- dan kekuasaan –Saudi- bergabung kuat. Hubungannya
dengan Inggris kian intim dan merapat. Inggris menginginkan kehancuran islam,
Saud bernafsu menguasai Jazirah arab, dan Muhammad bin Abdul Wahhab
bercita-cita sebagai imam nomer wahid, pembaharu islam di dunia. Persekongkolan
berhasil dengan runtuhnya Turki Utsmani. Inggris penguasa perang dunia pertama,
keluarga Saud terkabul menjadi pimpinan Negara, Muhammad bin Abdul Wahhab
terharu seraya menepuk dada karena impiannya nyata menjadi pemuka agama.
Kini
Mekkah-Medinah menjadi kota metropolitan. Sekelas dengan Las Vegas, Singapura,
Manchester, Paris yang selalu menawan. Tempat-tempat suci dan bersejarah yang
mereka hancurkan dengan dalih syirik, kini dibangun hotel berbintang lima.
Kubah-kubah pemakaman para Nabi dan sahabat mereka lenyapkan sebab kata mereka
bid’ah, namun mereka tegakkan atap-atap istana dengan kemegahan yang luar
biasa. Jam dinding maha besar yang terletak tak jauh disebelah Masjidil Haram
menjulang tinggi mengalahi kubah dan menara, seakan-akan ingin menjadi simbol
yang paling dekat dengan Tuhan.
Hidup para
raja dan pimpinan negaranya sangat borjuis dan hedonis karena mereka
mengharamkan tasawuf, tata cara hidup sederhana ala Nabi. Mereka megahkan
istana dan rumah dengan melenyapkan jejak sejarah. Mereka tinggikan bangunan
modern dengan meratakan segala pemakaman. Mereka adakan pesta rutinan dengan
menyantap segala macam makanan. Alih-alih menjadi pelayan tamu-tamu Tuhan, yang
ada malah mereka merampok para tamu Allah dengan sebongkah tumpukan uang
dolaran. Memang mereka haramkan kaum kafir memasukki tanah haram tapi mereka
halalkan dan sunnahkan menaruh investasi dan saham besar-besaran. Lantas kemana
ulama mereka? Ah, jangan tanya ulama mereka. Ulama mereka sibuk meratapi
ayat-ayat Tuhan di depan kamera, melakukan segala cara agar jidat tampak hitam
dan kelam tanpa sadar bahwa perut mereka mancung tak tertahan. Bukan agama lagi
yang menjadi patokan fatwa, tapi kebijakan sang raja yang harus dinomersatukan.
Memperingati hari kelahiran Nabi, haram dan bid’ah tapi memperingati hari
kemerdekaan negara, sunnah sebagai rasa syukur yang harus kita panjatkan.
Begitu sang raja dihina, dubes negara segera dicabut, namun tatkala Nabi
dilecehkan mereka hanya diam, menyembunyikan wajah sembari menutup mulut. Hanya
segelintir ulama-ulama Rabbani seperti Sayyid Abbas, Syaikh Muhammad bin Ismail yang
sabar berdiri tegap membersihkan noda-noda agama yang kian melekat di dinding
Ka'bah dengan semangat yang tak pernah surut.
Tak usah
heran jika para jamaah haji pulang dengan tanpa rasa apa-apa. Seakan tak ada
bedanya. Hanya saja nama mereka kini berawalkan “Haji made in Saudi Arabia”.
Bagaimana tidak, tempat Sa’i,
yang dulunya bunda Hajar berlari-lari di bawah terik matahari yang membakar
hanya untuk seteguk air, kini beratap dan beralaskan marmer dingin. Tawaf tak
perlu dekat dengan Ka’bah karena empat lantai ber-AC+eskalator sudah siap
digunakan.
Jangan
bilang Tuhan bersikap apatis, jangan tafsirkan diam-Nya adalah bentuk
kerestuan. Tidak, selamanya tidak. Tuhan tidak membiarkan. Tuhan pasti
bermaksud lain. Kita tunggu, suatu saat pemerintahan Saud dan paham Wahhabi
akan terkikis dari tanah yang disucikan Tuhan. Haramain terlalu
suci untuk dibungkus dengan paham yang muncul dari tanah pijakan Musailamah
Al-Kazdab, terlalu kultus diselimuti "Jubah buatan Inggris-Amerika ".
Yah, pastinya Tuhan akan menyelamatkan tanah kelahiran dan kematian
kekasih-Nya.
Walaupun
sampai sekarang Mekkah-Medinah tak kunjung mampu menyeka air mata.
Kairo, 2
Dzulhijjah 1433 H
Oleh: Achmad Ainul Yaqin
(Mahasiswa
Jurusan Hadis, fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir dan Alumni
Pondok Pesantren Al-Qur’an “Nurul Huda”, Singosari, Malang-Jawa Timur )
0 komentar:
Posting Komentar