Kiai Abdul Mannan Syukur atau yang
biasa disapa dengan Romo Kiai Mannan adalah seorang ulama kharismatik yang lahir
tanggal 24 April 1925 di Desa Kraden, Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo. Kiai
Abdul Mannan adalah putra dari pasangan KH. Abdul Syukur dan Nyai Hj. Mas‟adah.
Pasangan suami istri ini mempunyai 7 orang anak dan Kiai Mannan adalah putra
keenam. Kiai Mannan dibesarkan di dalam lingkungan keluarga yang religius, Kiai
Mannan adalah satu dari 7 bersaudara itu yang hafal Al Quran.
Kiai Mannan adalah salah satu ulama
kharismatik yang merupakan pelopor pendidikan taḥfiẓ
di Malang. Kiai Mannan merintis dakwahnya di Malang mulai dari bawah dan
benar-benar merasakan pahit manisnya berjuang menumbuhkan jiwa dan karakter
Islami di lingkungannya. Dari faktor keturunan (genelaogis) ibu, Kiai Mannan
adalah generasi ke 9 dari Ki Ageng Hasan Besari, seorang ulama di keturunan
priyayi yang mendirikan pesantren di Tegal Sari, Ponorogo. Konon, pesantren ini
yang menjadi cikal bakal lahirnya pesantren-pesantren di pulau Jawa. Sedangkan
dari ayah, Kiai Mannan merupakan keturunan ke 11 dari Sunan Bayat, salah satu
tokoh penyebar agama Islam pada masa kerajaan Demak. Adapun eyang dari sang ibu
adalah seorang ahli Al Quran dan ahli sharaf yang kesepuluh putra putrinya
menjadi Kiai dan memiliki pesantren.
Kiai Mannan mulai belajar agama di
bawah asuhan sang Ibu. Institusi keluargalah yang mengajari Kiai Mannan mulai
dari baca Al Quran, akidah dan muamalah. Mengikuti arahan dari orang tuanya,
Kiai Mannan berangkat menuntut ilmu pada umur 11 tahun. Tempat pertama yang
Kiai Mannan datangi untuk menuntut ilmu adalah di Beran Ngawi. Di sana Kiai Mannan
berguru kepada KH. Abdul Mu‟thi yang masih ada hubungan kerabat dengan keluarga
Kiai Mannan. Ketika nyantri di Ngawi, Kiai Mannan masih berusia 11 tahun. Di
pesantren Kiai Abdul Mu‟thi ini, Kiai Mannan mempalajari ilmu-ilmu pesantren
seperti ilmu fikih, nahwu dan lain-lain. Kiai Mannan juga menjalani sekolah
formal mulai dari SR (sekolah Rakyat) hingga PGNU (Pendidikan Guru Nahdatul
Ulama) pada tahun 1935-1943. 5
Setelah tamat pendidikan formal pada
tahun 1944, Kiai Mannan berkeinginan untuk memperdalam ilmu agamanya, atas
restu KH. Abdul Mu‟thi, Kiai Mannan berangkat nyantri ke Jombang, tepatnya ke
Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Pesantren Tambakberas. Pada saat nyantri di
Jombang, Kiai Mannan menjadi aktivis pemuda Anshor dan Gerakan Pemuda
Indonesia. Kiai Abdul Mannan muda juga sempat nyantri di ndalem Kiai KH. Abdul
Fattah Tambakberas. Setelah 6 tahun nyantri di Jombang, Kiai Mannan meneruskan
langkahnya ke Banyuwangi, tepatnya Pondok Pesantren Tugung Desa Sempu Kecamatan
Stail Banyuwangi untuk nyantri kepada Kiai Abbas selama 2 tahun. Setelah itu
Kiai Mannan sempat nyantri di Tulungagung,6 dan langsung melanjutkan langkah
kakinya ke Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta yang pada waktu itu
diasuh oleh KH. Abdul Qodir Munawwir dan Kiai Ali Maksum. Di sana Kiai Mannan
mulai tekun menghafal Al Quran. Pada saat itu usia beliau sudah mencapai 27
tahun. Meskipun usia menentukan kualitas ingatan manusia, namun faktor ini
dapat dikalahkah dengan usaha yang keras, seperti Abdul Mannan yang mampu
menghafal Al Quran selama 20 bulan dengan rincian juz 1-27 selama 8 bulan dan 3
juz terakhir diselesaikan selama 1 tahun. Ketika beliau ditanya kuncinya cepat
menghafal Al Quran, jawabannya adalah, “yo sregep nderes, tirakat lan tirakate
seng temenan”. 7 Kiai Abdul Mannan, juga memperdalam ilmu Qiro‟ah sab‟ah dan
tabarukkan kepada Kiai Arwani Amin dan Kiai Hisyam.
Kiai Abdul Mannan muda telah
menghabiskan waktunya selama 4 tahun mulai dari tahun 1952-1956 untuk
memperdalam ilmu Al Quran di Pesantren Al Munawwir. Kehidupan di pesantren
Krapyak telah banyak mempengaruhi pola pemikiran Kiai Abdul Mannan.8 Pada masa
mudanya, Kiai Mannan adalah sosok lelaki yang suka berpetualang, menjelajah dari
pesantren satu ke pesantren lain untuk mengkaji kitab tertentu dan melanyahkan
hafalan Qurannya. Kebiasaan itulah yang membuat kepribadian Abdul Mannan muda
semakin stabil.
Kiai Abdul Mannan Syukur menikah pada
umur 29 dengan wanita bernama Umi Hasanah, seorang ḥafiẓah
yang direkomendasikan oleh guru Kiai Abdul Mannan di Ngawi. Kiai Mannan
mempunyai 5 orang anak. Sebagai orang tua, Kiai Mannan adalah tipe orang tua
yang mendidik anak dengan pengarahan. Dalam kehidupan berorganisasi, Kiai Mannan
aktif dalam Rois Syuriah NU MWC NU Singosari dan Rois Syuriah NU cabang
Kabupaten Malang.
Kesehatan Kiai Mannan yang memburuk dimulai sejak wafatnya sang istri,
ibu Nyai Hj. Ummi Hasanah pada hari Senin Legi, tanggal 18 Sya‟ban 1427/ 11
September 2006. Setelah sang istri wafat, penyakit ambeien yang diderita Kiai Mannan
menjadi sering kambuh. Riwayat penyakit Kiai Mannan yang lain yaitu sakit gula
darah (diabetes) memaksa Kiai Mannan untuk dirawat di Rumah Sakit Islam Malang.
Namun Allah berkendak lain dalam menyikapi penyakit Kiai Mannan. Kiai Abdul Mannan
Syukur wafat pada malam Sabtu Legi, 20 Shafar 1428 H/ 9 Maret 2007 sekitar
pukul 22.10 WIB dalam usia 82 tahun. Jenazah Kiai Mannan dimakamkan di sebelah
makam istrinya di samping mushalla putra kompleks Pondok Pesantren Al Quran
Nurul Huda Singosari Malang.
0 komentar:
Posting Komentar