Kalimat judul di atas mungkin
akan terlihat jelas tingkat ‘stratifikasinya’, karena pada era modern ini
banyak suami yang melupakan peran dan jasa-jasa istrinya ketika impiannya
satu-persatu telah terwujud. Adakah salah satu impiannya untuk membahagiakan
istrinya tidak hanya dalam hal materiil melainkan secara moriil serta batin
yakni selalu menyayangi, mencintai, dan memperlakukan wanita dengan
sebaik-baiknya meski umur sudah tak lagi remaja?? Hal ini sejalan dengan firman
Allah pada surat An-Nisa 4:19
“Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan perlakukan mereka dengan sebaik-baiknya. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Pada ayat ini dengan jelas Allah
melarang untuk memperlakukan wanita secara semena-mena, termasuk menjadikannya
sebagai ‘pembantu’ hidup. Secara tersirat, Allah berpesan agar memperlakukan
istri dengan terhormat dan senantiasa memperhatikan perasaannya serta tidak
memandangnya sebagai budak.
Pada kenyataannya, banyak sekali
wanita yang tidak diperlakukan terhormat secara lahir maupun perasaannya. Penelitian
menunjukkan bahwa 80% dari responden wanita yang telah berumah tangga telah
mengalami kekerasan secara fisik maupun psikis. Beberapa diantaranya adalah;
“Doakan saya mbak, agar tetap sabar menghadapi suami yang semalam menghajar
saya hingga darah mengucur dari hidung. Padahal sepanjang berkeluarga, saya
berusaha untuk abdikan segalanya untuknya. Ia sangat memaksa saya untuk memberi
ijin ia menikah lagi dengan wanita pilihannya.” Salah seorang responden lainnya
menuturkan “Saya hanya dapat diam dan menundukkan kepala ketika suami
mengolok-olok saya bahwa saya sudah tua tak secantik dulu, dan tidak becus
mengurus suami dan anak. Bahkan tidak jarang suami saya berkata seperti itu di
depan teman-temannya. Ucapannya sungguh berbalik 180 derajat saat masih awal-awal
pernikahan kami. Pangestune mawon supaya suami saya segera diberi hidayah.”
Terdengar cukup miris ketika
banyak kasus yang menunjukkan inferioritas istri, dengan suami yang selalu
ingin dianggap superior. Bahkan tidak sedikit wanita yang memutuskan untuk
sendiri disebabkan oleh ketakutan dan kecemasan akan direndahkan dan
diperlakukan seenaknya oleh suaminya kelak. Padahal menikah telah
menyempurnakan separuh dari agamanya, serta Nabi juga bersabda “Barang siapa
yang membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku.” (HR. Bukhari Muslim).
Namun ketahuilah para wanita,
tidak semua lelaki akan berperilaku seperti hal diatas. Contohnya yang selalu
kita anut adalah Nabi SAW. Kisah konkret dalam kehidupan kita sehari-hari akan
saya ceritakan berdasar pengalaman unik dan berharga bagi saya. Dalam pesawat
perjalanan dari jakarta menuju surabaya saya duduk berdampingan bersama ibu
saya. Saya ditakdirkan duduk bersebrangan dengan sepasang suami istri yang
sama-sama berusia di atas 60-an tahun. Inilah pengalaman terlama saya mencium
aroma minyak kayu putih yang terus menyengat dan tak pernah hilang aromanya,
ternyata aroma tersebut berasal dari sepasang kakek-nenek tersebut. “Mama,
tolong gosok yang ini, terasa masuk angin. “ kata sang kakek sambil menunjuk
punggung bagian tengah. Lalu nenek yang setia itu menggosoknya pelan-pelan.
Tidak lama kemudian sang suami meminta lagi “Mama gosok leher saya, saya mau
muntah.” Kemudian istri menggosoknya kembali sembari melayaninya dengan ikhlas.
Beberapa menit kemudian saya tertidur,
lalu saya terbangun karena aroma minyak kayu putih yang baru saja digosokkan.
Ternyata si istri masih melanjutkan menggosokkan minyak kayu putih itu. Dan
sekarang di bagian kaki. “Ya itu Ma, tekan agak keras sedikit.” Pinta sang
suami dengan sedikit manja sambil melonjorkan kakinya di pangkuan istri.
Menjelang turun di bandara juanda saya masih melihat tangan kiri istri memegang
minyak dan tangan kanannya memegang kaki suami. Saya dapat mengira bahwa selama
perjalanan tiada menit tanpa gosokan minyak, namun bagi saya minyak itu menjadi
saksi bakti istri kepada suaminya. Kemudian turun dari pesawat, si suami
melarang istrinya untuk membawa barang satu pun hingga akhirnya suami lah yang
membawa barang bawaannya sambil mengupayakan diri untuk dapat menggandeng
tangan kanan sang istri. Dan tangan kiri si istri masih membawa minyak kayu
putih itu...
Subhanallah, luar biasa kisah
sepasang kakek-nenek tersebut..saya yakin sang istri termasuk orang yang
diapresiasi oleh Nabi SAW “Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya sedang
bersuka hati atas kesetiaannya, ia dijamin masuk surga.” Masih banyak kisah
istri yang menunjukkan kesetiaan seribu persen untuk suaminya. Misalnya saja
ketika suami hendak bepergian jauh maka istri tidak dapat tidur karena semalaman
menyiapkan segala keperluan suaminya. Ia ingin suami menikmati perjalanan dan
selalu dalam keadaan sehat. Sedangkan sang suami sendiri mungkin sedang tidur
dengan pulas.
Setelah melihat fenomena yang
bersebrangan yaitu kesetiaan istri dan kesewenang-wenangan suami, terlintas
dalam benak saya “Mengapa ada suami yang begitu tega melakukan kekerasan kepada
istrinya? Seharusnya suami harus memikirkan bagaimana membalas semua kebaikan
istri yang mulia itu?.” Dapat saya ambil pelajaran bahwa rumus “Kepastian susu
dibalas susu” hanyalah rumus akhirat,
sedangkan rumus dunia tidak demikian karena seringkali kita alami bahwa
“jelas-jelas susu tapi dibalas air tuba”.
Apapun alasannya, perlakuan yang
bertentangan dengan martabat dan kemuliaan wanita harus dihentikan. Suami yang
minta serba dilayani oleh istri sampai hal yang sekecil-kecilnya adalah bentuk
pelecehan apalagi melakukan kekerasan fisik maupun psikis terhadapnya. Wanita
yang dititipkan orang tuanya pada lelaki yang telah sah menjadi suaminya tidak
boleh diperlakukan seperti “pembantu” karena istri adalah belahan jiwa dan
pendamping hidup suami. Jika hal ini tidak dapat dihentikan maka kita telah
menyuburkan “perbudakan” baru di rumah tangga.
Al Aswad bertanya kepada Aisyah,
“Bagaimanakah kehidupan Rasulullah di rumah?” Aisyah menjawab “Ia selalu
membantu semua pekerjaan rumahtangga. Dan ketika terdengar suara adzan, ia
segera bergegas menunaikan shalat.” (HR Bukhari). Jika anda memiliki istri yang
cinta dan kesetiaannya seperti istri kayu putih diatas maka bersyukurlah, namun
biiarlah itu tumbuh dengan sendirinya bukan atas permintaan anda itupun jika
berlebihan anda harus menolaknya. Jika anda dapat mengaduk kopi sendiri,
mengapa harus istri yang anda minta untuk melakukannnya?
Sepasang suami istri harus selalu
“berkompetisi” untuk saling melayani, bukan meminta dilayani. Jika kompetisi
itu diutamakan maka ketegangan suami istri dapat berkurang drastis dan
frekuensi amarah pun juga dapat diminimalisir. Seperti ayat diatas (An-Nisa
4:19), tidak mungkin semua istri akan cocok persis dengan keinginan anda. Jika
ada hal yang tidak anda sukai terhadap istri, jangan terburu-buuru berpikir
negatif. Sebab bisa jadi sifat yang tidak anda sukai itulah yang menyelamatkan
anda bahkan mengharumkan nama anda di kemudian hari..
Oleh : Mufida Kurniasari,
Mahasiswi Fakultas
Psikologi Universitas Airlangga
0 komentar:
Posting Komentar