Jumat, 08 Agustus 2014



Sabrina, seorang perempuan muda yang cantik jelita dan dalam pernikahannya telah dikarunia seorang putri. Dia pun memiliki seorang suami yang menurut penilaiannya baik dan bertanggungjawab.

Sampai suatu ketika, Sabrina menemukan sebuah email di laptop suaminya yang masih menyala, ia membacanya dengan hati-hati. Ternyata email tersebut dikirim oleh seorang perempuan teman sekantor suaminya. Dan apa yang dibaca Sabrina dalam email tersebut sangat mengejutkannya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa perempuan itu adalah ‘wanita lain’ yang dicintai suaminya.


Terungkap sudah bahwa suaminya ternyata mencintai perempuan tersebut, bahkan di salah satu email tersebut sang suami juga menegaskan bahwa DIA TIDAK MENCINTAI SABRINA. Satu-satunya alasan mengapa ia tetap mempertahankan rumah tangganya adalah karena rasa tanggung jawabnya sebagai suami sekaligus ayah bagi putrinya.

Tak terbayangkan, betapa hancurnya perasaan Sabrina saat membaca email-email tersebut. Tetesan air matanya terus mengalir hingga membasahi jilbab anggunnya. Hatinya terluka begitu dalam. Sungguh dirinya tak menyangka, bahwa laki-laki yang mendampingi hidupnya selama ini ternyata sama sekali tidak mencintainya. Namun, apa yang dilakukan Sabrina berikutnya adalah sesuatu yg amat mengagumkan.

Sabrina terus menangis saat mengingat kembali masa-masa indah bersama sang suami. Tak pernah dia merasa ada yang kurang dengan hubungan mereka. Dan sungguh Sabrina bertekad untuk kembali merebut hati suaminya. Dia ingin suaminya kembali mencintainya seperti dulu. Maka ia hapus air matanya dan mulai membenahi diri.

Hal pertama yang ia lakukan adalah memecah tabungannya untuk membeli sebuah sepeda motor. Dengan motor tersebut, ia ingin meringankan tugas suaminya mengantar jemput putrinya ke sekolah. Tak hanya itu, Sabrina kerap membuatkan masakan spesial untuk suami tercintanya. Sabrina memberikan sambutan hangat ketika suaminya pulang dari kantor. Merawat dengan penuh perhatian ketika suaminya sakit. Bahkan ia kerap memberikan kejutan istimewa untuk suaminya.

Sementara sang suami tak pernah tahu bahwa istrinya telah mengetahui bahwa dirinya telah menaruh hati pada perempuan lain.

Kini, setelah Sabrina berjuang dengan gigih untuk merebut hati suaminya kembali. Sang suami pun luluh. Kini binar cinta itu membara kembali di matanya.

Diam-diam sang suami berencana menghadiahi istrinya sebuah mobil, agar tak lagi kepanasan dan kehujanan saat mengantar jemput putri mereka. Sembari menyatakan bahwa dia amat mencintai istrinya. Amatlah sangat.

Namun, rencana tinggallah rencana. Belum sempat sang suami menyatakan isi hatinya, ponselnya berbunyi. Seseorang mengabarkan bahwa istrinya telah mengalami kecelakaan, dan pergi untuk selamanya....
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Istri yang berkepala dingin, mungkin predikat itulah yang layak disematkan untuk Sabrina. Dia menyadari bahwa suaminya sedang jatuh cinta pada perempuan lain. Namun, ia tidak bersikap emosional dan frontal. Karena menurutnya seseorang yang sedang jatuh cinta itu memang ‘jatuh’, dan masih bisa kita bantu untuk berdiri kembali.

Di dunia ini, berapa banyak para suami yang melupakan kebaikan istrinya dan beralih mencintai perempuan lain?? Dan begitu pula sebaliknya.

Cinta platonik. Jelas sekali akan sangat melukai pasangan kita. Jangan coba-coba membandingkan pasangan kita dengan orang lain. Pasangan kita pasti punya kekurangan, namun kita juga harus sadar bahwa pasangan kita pasti punya kelebihan. Jika orang lain terlihat lebih sempurna di mata kita, ketahuilah bahwa itu juga yg kita rasakan saat memutuskan untuk memilih pasangan kita.

Cinta harus berkembang dan menebus semua rintangan. Kuncup-kuncupnya tak boleh merekah semua seketika, untuk kemudian layu. Rantingnya harus kuat menjulang dengan bunga-bunganya yang bertaburan di sepanjang jalan kesetiaan. Jalan yang kita tapaki di bumi ini semoga kelak mempertemukan kita kembali di langit.

Jaga kesetiaan cinta sebelum ajal memisahkan dengan belahan jiwa tercinta,
sebelum terlambat...


Oleh : Mufida Kurniasari, Surabaya


Sumber : http://mufida-kurniasari-fpsi10.web.unair.ac.id/

0 komentar:

Posting Komentar