Kamis, 10 Oktober 2013


Kalimat judul di atas mungkin akan terlihat jelas tingkat ‘stratifikasinya’, karena pada era modern ini banyak suami yang melupakan peran dan jasa-jasa istrinya ketika impiannya satu-persatu telah terwujud. Adakah salah satu impiannya untuk membahagiakan istrinya tidak hanya dalam hal materiil melainkan secara moriil serta batin yakni selalu menyayangi, mencintai, dan memperlakukan wanita dengan sebaik-baiknya meski umur sudah tak lagi remaja?? Hal ini sejalan dengan firman Allah pada surat An-Nisa 4:19

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan perlakukan mereka dengan sebaik-baiknya. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Pada ayat ini dengan jelas Allah melarang untuk memperlakukan wanita secara semena-mena, termasuk menjadikannya sebagai ‘pembantu’ hidup. Secara tersirat, Allah berpesan agar memperlakukan istri dengan terhormat dan senantiasa memperhatikan perasaannya serta tidak memandangnya sebagai budak.

Pada kenyataannya, banyak sekali wanita yang tidak diperlakukan terhormat secara lahir maupun perasaannya. Penelitian menunjukkan bahwa 80% dari responden wanita yang telah berumah tangga telah mengalami kekerasan secara fisik maupun psikis. Beberapa diantaranya adalah; “Doakan saya mbak, agar tetap sabar menghadapi suami yang semalam menghajar saya hingga darah mengucur dari hidung. Padahal sepanjang berkeluarga, saya berusaha untuk abdikan segalanya untuknya. Ia sangat memaksa saya untuk memberi ijin ia menikah lagi dengan wanita pilihannya.” Salah seorang responden lainnya menuturkan “Saya hanya dapat diam dan menundukkan kepala ketika suami mengolok-olok saya bahwa saya sudah tua tak secantik dulu, dan tidak becus mengurus suami dan anak. Bahkan tidak jarang suami saya berkata seperti itu di depan teman-temannya. Ucapannya sungguh berbalik 180 derajat saat masih awal-awal pernikahan kami. Pangestune mawon supaya suami saya segera diberi hidayah.”

Terdengar cukup miris ketika banyak kasus yang menunjukkan inferioritas istri, dengan suami yang selalu ingin dianggap superior. Bahkan tidak sedikit wanita yang memutuskan untuk sendiri disebabkan oleh ketakutan dan kecemasan akan direndahkan dan diperlakukan seenaknya oleh suaminya kelak. Padahal menikah telah menyempurnakan separuh dari agamanya, serta Nabi juga bersabda “Barang siapa yang membenci sunnahku, bukanlah dari golonganku.” (HR. Bukhari Muslim).

Namun ketahuilah para wanita, tidak semua lelaki akan berperilaku seperti hal diatas. Contohnya yang selalu kita anut adalah Nabi SAW. Kisah konkret dalam kehidupan kita sehari-hari akan saya ceritakan berdasar pengalaman unik dan berharga bagi saya. Dalam pesawat perjalanan dari jakarta menuju surabaya saya duduk berdampingan bersama ibu saya. Saya ditakdirkan duduk bersebrangan dengan sepasang suami istri yang sama-sama berusia di atas 60-an tahun. Inilah pengalaman terlama saya mencium aroma minyak kayu putih yang terus menyengat dan tak pernah hilang aromanya, ternyata aroma tersebut berasal dari sepasang kakek-nenek tersebut. “Mama, tolong gosok yang ini, terasa masuk angin. “ kata sang kakek sambil menunjuk punggung bagian tengah. Lalu nenek yang setia itu menggosoknya pelan-pelan. Tidak lama kemudian sang suami meminta lagi “Mama gosok leher saya, saya mau muntah.” Kemudian istri menggosoknya kembali sembari melayaninya dengan ikhlas.

Beberapa menit kemudian saya tertidur, lalu saya terbangun karena aroma minyak kayu putih yang baru saja digosokkan. Ternyata si istri masih melanjutkan menggosokkan minyak kayu putih itu. Dan sekarang di bagian kaki. “Ya itu Ma, tekan agak keras sedikit.” Pinta sang suami dengan sedikit manja sambil melonjorkan kakinya di pangkuan istri. Menjelang turun di bandara juanda saya masih melihat tangan kiri istri memegang minyak dan tangan kanannya memegang kaki suami. Saya dapat mengira bahwa selama perjalanan tiada menit tanpa gosokan minyak, namun bagi saya minyak itu menjadi saksi bakti istri kepada suaminya. Kemudian turun dari pesawat, si suami melarang istrinya untuk membawa barang satu pun hingga akhirnya suami lah yang membawa barang bawaannya sambil mengupayakan diri untuk dapat menggandeng tangan kanan sang istri. Dan tangan kiri si istri masih membawa minyak kayu putih itu...

Subhanallah, luar biasa kisah sepasang kakek-nenek tersebut..saya yakin sang istri termasuk orang yang diapresiasi oleh Nabi SAW “Siapapun wanita yang meninggal dan suaminya sedang bersuka hati atas kesetiaannya, ia dijamin masuk surga.” Masih banyak kisah istri yang menunjukkan kesetiaan seribu persen untuk suaminya. Misalnya saja ketika suami hendak bepergian jauh maka istri tidak dapat tidur karena semalaman menyiapkan segala keperluan suaminya. Ia ingin suami menikmati perjalanan dan selalu dalam keadaan sehat. Sedangkan sang suami sendiri mungkin sedang tidur dengan pulas.

Setelah melihat fenomena yang bersebrangan yaitu kesetiaan istri dan kesewenang-wenangan suami, terlintas dalam benak saya “Mengapa ada suami yang begitu tega melakukan kekerasan kepada istrinya? Seharusnya suami harus memikirkan bagaimana membalas semua kebaikan istri yang mulia itu?.” Dapat saya ambil pelajaran bahwa rumus “Kepastian susu dibalas susu”  hanyalah rumus akhirat, sedangkan rumus dunia tidak demikian karena seringkali kita alami bahwa “jelas-jelas susu tapi dibalas air tuba”.

Apapun alasannya, perlakuan yang bertentangan dengan martabat dan kemuliaan wanita harus dihentikan. Suami yang minta serba dilayani oleh istri sampai hal yang sekecil-kecilnya adalah bentuk pelecehan apalagi melakukan kekerasan fisik maupun psikis terhadapnya. Wanita yang dititipkan orang tuanya pada lelaki yang telah sah menjadi suaminya tidak boleh diperlakukan seperti “pembantu” karena istri adalah belahan jiwa dan pendamping hidup suami. Jika hal ini tidak dapat dihentikan maka kita telah menyuburkan “perbudakan” baru di rumah tangga.

Al Aswad bertanya kepada Aisyah, “Bagaimanakah kehidupan Rasulullah di rumah?” Aisyah menjawab “Ia selalu membantu semua pekerjaan rumahtangga. Dan ketika terdengar suara adzan, ia segera bergegas menunaikan shalat.” (HR Bukhari). Jika anda memiliki istri yang cinta dan kesetiaannya seperti istri kayu putih diatas maka bersyukurlah, namun biiarlah itu tumbuh dengan sendirinya bukan atas permintaan anda itupun jika berlebihan anda harus menolaknya. Jika anda dapat mengaduk kopi sendiri, mengapa harus istri yang anda minta untuk melakukannnya?

Sepasang suami istri harus selalu “berkompetisi” untuk saling melayani, bukan meminta dilayani. Jika kompetisi itu diutamakan maka ketegangan suami istri dapat berkurang drastis dan frekuensi amarah pun juga dapat diminimalisir. Seperti ayat diatas (An-Nisa 4:19), tidak mungkin semua istri akan cocok persis dengan keinginan anda. Jika ada hal yang tidak anda sukai terhadap istri, jangan terburu-buuru berpikir negatif. Sebab bisa jadi sifat yang tidak anda sukai itulah yang menyelamatkan anda bahkan mengharumkan nama anda di kemudian hari..


Oleh : Mufida Kurniasari, 
Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

0 komentar:

Posting Komentar