Gema takbir telah disemarakkan oleh
masyarakat muslim, lebih dari 1,5 Milyar Muslim di seluruh dunia merasakan
berkah karunia Allah SWT melalui bulan Ramadan. Tak terasa datangnya bulan
Ramadan berjalan begitu cepat hingga kita hanya melawatinya dengan sekejap.
Berbagai kegiatan mulai dari pengajian sorogan, tadarusan, hingga qiyamul lail
kita tingkatkan demi meraih berkah selama bulan Ramadan.
Akan tetapi, spirit untuk
meningkatkan ibadah pasca bulan Ramadan telah sirna seiring dengan berlalunya
bulan Ramadan. Jumlah jamaah yang beribadah di masjid selama Ramadan kini
berkurang drastis, pejabat yang berperilaku saleh selama Ramadan kini kembali
korupsi, seseorang yang mulanya dermawan terhadap sekitar selama Ramadan kini
mulai menutup kantongnya rapat-rapat, penyakit apatisme kepada masyarakat
sekitar mulai terjangkit oleh sebagian orang dan tenggelam kepada pekerjaan
individual masing-masing. Padahal, bukan demikian tujuan dari bulan suci
Ramadan. Bulan Ramadan merupakan penggambaran setahun penuh perilaku seseorang.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 183)
Dalam ayat tersebut, ibadah puasa
diharapkan dapat memancarkan energi positif yaitu berupa ketakwaan. Ketakwaan
itu diharapkan membawa dampak kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat sekitar.
Sama seperti halnya ibadah salat yang digambarkan dalam Alquran sebagai
pencegah kemungkaran, begitu juga dengan zakat yang diharapkan menjadi perputaran
dana yang aktif sehingga dapat mengangkat kemiskinan.
Oleh karena itu tak elok jika
memandang puasa hanya dalam sudut pandang para ahli fikih secara
tekstualis-literalis, karena itu perlu mengungkapkan makna eksplisit dari
ibadah puasa. Puasa bukan hanya menahan makan dan minum akan tetapi puasa
adalah upaya untuk menahan perbudakan manusia dari nafsu hewani mereka. Oleh
karena itu Alquran menganalogikan bahwasanya orang yang meninggalkan puasa
diharuskan untuk memerdekakan budak. Dan juga dalam redaksi ayat lain
diharuskan membayarnya dengan puasa di lain waktu.
Menurut Al Ghazali, puasa bukan hanya
menahan nafsu makan, minum dan hasrat seksual saja, akan tetapi ia
mengklasifikasikan puasa dalam tiga fase kemudian ia menganjurkan untuk fase
yang ketiga; Pertama: puasanya orang awam (Shaum Al-umum) puasa yang hanya
sekedar menahan makan, minum dan hasrat seksual. Kedua: puasanya orang khusus
(Shaum Al-khusus) yaitu menahan telinga, lisan, tangan, kaki dll. Untuk tidak
berbuat maksiat. Ketiga: puasanya orang terkhusus (Shaum Al-khusus Al-khusus)
yaitu puasa dalam hati, menjaga kesucian nurani dan berdzikir kepada Allah
setiap saat.
Bulan syawal seharusnya menjadi
kelanjutan sebagai percikan energi positif dan kontinuitas ibadah dari bulan
Ramadan, ibadah tidak seharusnya meredup bagai lilin yang berujung. Akan tetapi
ibadah seharusnya bagaikan lampu yang terus bersinar memberi dampak positif
sepanjang waktu, bukan hanya dalam bulan Ramadan saja. Tentu dalam beribadah
tujuan kita hanyalah Allah semata. Bila kita telah menggantungkan segala ibadah
dan amal baik kita kepada Allah, sudah barang pasti kita tak akan memandang
waktu dan tempat. Bila Ramadan kita persepsikan untuk lebih menggenjot ibadah
kita, tidak ada salahnya. Namun bila bulan Ramadan kita gunakan sebagai waktu
tertentu untuk beribadah dan bulan yang lain kita enyahkan dari amal baik, maka
sesungguhnya ibadah kita hanya terpaku pada waktu dan bulan tertentu.
Akhirnya, sebagai penutup tulisan
ini, penulis ingin menyitir penyataan sahabat Abu Bakar Ra sesaat setelah
meninggalnya Rasulullah dan penulis kiaskan pernyataan tersebut pada tema yang
kita kaji di atas:
“Barang siapa yang beribadah karena Ramadan, sesungguhnya Ramadan telah
meninggalkan kita, dan barang siapa yang beribada karena Allah, sesungguhnya
Allah selalu ada dan tak pernah meninggalkan kita.”Oleh : A. Mustofa Nizam Chasbi,
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir
0 komentar:
Posting Komentar