Momen Idul fitri adalah momen penting
bagi umat muslim. Semua bergembira menyambutnya. Setelah melewati satu bulan
yang penuh dengan kemuliaan dan kemurahan Allah, yang mana diwajibkan kepada
seluruh hamba-Nya untuk berpuasa dan dilipat-gandakan seluruh amal ibadah pada
bulan tersebut, kini waktunya menyambut hari kemenangan. Hari yang dijadikan
momen tepat untuk bermaaf-maafan, bersilaturahim, merefleksikan diri untuk
kembali menjadi pribadi yang suci, mengharap penuh ampunan Tuhannya atas segala
dosa yang tak terhingga.
Momen ini sering disambungkan dengan
kembalinya umat muslim pada sebuah kefitrahan, ia suci seperti bayi yang baru
terlahir ke dunia. Dalam Islam, fitrah manusia adalah agama Allah yang menunjuk
kepada keesaan-Nya, ibadah kepada-Nya. Tidak sedikit ayat Al quran dan hadis
Nabi menjelaskan kefitrahan manusia. Dalam salah satu ayat-Nya, Allah
berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ
حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ
اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:
30)
Allah juga menjelaskan bahwa pada
awal penciptaannya, semua umat manusia sudah bersaksi bahwa Tuhan mereka adalah
Allah semata:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
شَهِدْنَا أَنْ تَقُوْلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا
عَنْ هَذَا غَافِلِيْنَ
”Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi
saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS. A-A’raf: 172)
Memang bukan tanpa alasan hari idul
fitri dikaitkan dengan kembalinya manusia kepada fitrah, seperti bayi yang baru
terlahir di dunia. Karena dalam salah satu kesempatan, Rasulullah saw bersabda:
من صام رمضان إيماناً واحتساباً
غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang berpuasa pada bulan
ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu dari Allah dan hanya
mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya.” (Muttafaq ‘alaih).
Maka dari itu, umat muslim
berlomba-lomba menghidupkan bulan Ramadan, berpuasa, tadarrus, bertarawih, dan
ibadah-ibadah serta amal-amal sholih lainnya giat dikerjakan dengan penuh
keimanan mengharap pengampunan Allah swt sehingga ketika idul fitri tiba, kita
bisa menjadi manusia suci tanpa dosa bagai bayi yang baru terlahir. Namun
sebenarnya, banyak yang dilupakan oleh umat muslim ketika menyambut Idul fitri
yang berarti telah berhasil melewati Ramadan dengan sempurna. Banyak yang lupa
bagaimana mempertahankan predikat fitrah atau suci seperti bayi yang tanpa dosa
setelah semua berlalu.
Memang, kita berusaha memperbaiki
diri dan ibadah ketika Ramadan. Pun ketika Idul fithri datang, tidak kita
sia-siakan, malah kita isi dengan bersilaturrahim dan memohon maaf lahir batin.
Tapi apakah setelah itu kita bisa terus menjaga kestabilan kuantitas dan
kualitas ibadah kita? Juga dengan silaturrahim dan sikap memaafkan kita?
Padahal, ketika Ramadan Allah mewajibkan puasa kepada hamba-Nya, bukan untuk
beribadah dan beramal shalih pada bulan itu saja. Tapi jauh di atas itu, Allah
menyediakan bulan Ramadan untuk hamba-hamba-Nya supaya bisa meningkatkan kadar
ketaqwaan dalam diri, menyempurnakan kembali kualitas dan kuantitas ibadah
sampai bertemu Ramadan berikutnya. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat
183:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
”Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.”
Inilah yang perlu kembali ditanamakan
dalam diri umat muslim. Bahwa Ramadan dan Idul fitri itu bukanlah momen sejenak
dalam merefleksikan diri untuk menjadi pribadi suci yang taat beribadah,
menyambung ukhuwah dengan silaturrahim, dan sikap salnig memaafkan. Tapi semua
itu adalah awal pembelajaran diri untuk kemudian terus menerapkannya pada
bulan-bulan dan hari-hari selanjutnya, supaya bisa menjadi hamba yang bertaqwa,
menjadi umat Nabi Muhammad saw yang kelak pantas mendapat syafaatnya di hari
kiamat.
Akhirnya, Taqabbalallahu minnaa wa
minkum waja’alanallahu minal ‘aidin wal faizin wal maqbuuliin… Amin Ya Rabbal
Alamin. Itulah doa yang kerap diucapkan dan dipanjatkan para sahabat Nabi dalam
menyambut Idul fitri, hari kemenangan yang dipenuhi harapan untuk kembali
menjadi pribadi yang suci dan bersih. Dan semoga Allah menerima semua amal
ibadah kita pada bulan ramadlan dan bulan-bulan sebelumnya.
Oleh : Atina Balqis Izzah,
Alumni Universitas Al-Ahqaf, Mukalla-Yaman
0 komentar:
Posting Komentar